Memang tulisan ini sudah telat banget
Tanggal 9 Mei 2013, di siang hari, beberapa pemuda yang mencuri waktu di sela-sela praktikum Fisika Dasar sedang berdiskusi.
"Eh, besok kan kita libur beberapa hari, nih. Ke Merapi, yuk!" kata salah seorang pemuda dengan logat Bekasinya.
"Eh, ayok!" tanggap seorang pemuda lainnya dengan logat Jambinya.
Lalu, percakapan selesai.
Aku berpikir itu hanyalah percakapan yang tidak serius. Ya, biasalah, anak muda. Hanya mengobrol di sela-sela waktuluang praktikum.
Kemudian, malamnya, aku online facebook. Kulihat ada beberapa notification. Salah satunya dari group Geofisika '12. Ternyata ada postingan pendaftaran siapa saja yang ingin ikut mendaki Gunung Merapi. Yaelah, ternyata serius. Hehehe...
Dilihat dari banyaknya komen, sepertinya banyak sekali nih yang mau ikut. Tapi, kemudian, apa yang terjadi?
Tepatnya tanggal 10 Mei 2013, fix lah nama-nama yang ikut: Ali, Hendra, Wahyu, Afta, Tangguh, Harun, Jaka, dan Rozak, mendaki Gunung Merapi, salah satu gunung api aktif yang fenomenal di Indonesia. Ya, kami hanya berdelapan. Ternyata, komen di group yang banyak itu hanyalah ilusi optik.
Awalnya, kami berencana untuk tidak kuliah sore di tanggal 10 Mei 2013. Eh, jadinya malah pergi kuliah dengan stelan pakaian mendaki gunung. Kebetulan pun kami berdelapan pergi kuliah bareng. Dan mungkin, penampilan kami terasa aneh untuk pergi kuliah. Si Wahyu dengan celana training dan sepatu gunungnya, serta tas kecilnya (bukan tas kuliah). Dan jadilah kami masuk kelas dengan disambut tertawa kecil dari teman-teman sekelas. Pas banget, kami datang telat ke kelas.
Sepulang kuliah, kami berkumpul di kosan Tangguh. Di sana persiapan dilakukan, dimulai dari packing, pengenalan minuman Promen (kebetulan aku baru tau Promen pas di kosan Tangguh itu), sampai foto-foto.
Setelah persiapan, kami pun briefing yang dipimpin oleh Afta, yang akan bertindak sebagai leader perjalanan kami ini.
Setelah briefing, perjalanan pun dimulai.....
Perjalanan terasa agak ekstrim. Dengan jalanan raya yang luas, dalam keadaan gelap. Kemudian beberapa jam kemudian, kami memasuki jalanan pegunungan. Berkelok-kelok, gelap, sunyi, dan dingin.
Aku yang dibonceng Rozak ini serasa ingin memeluk Rozak, ingin mengambil kehangatan darinya.
#abaikan
Singkat cerita, sampailah kami di basecamp pendaki Gunung Merapi. Tempatnya agak kecil, remang-remang, dan banyak motornya. Di situ juga terlihat banyak orang yang tidur, walau masih jam 22.00 WIB.
Dari basecamp pendaki, kami berjalan kaki menuju Gunung Merapi. Yak, pendakian dimulai pukul 22.00 WIB bung!!!
Saat berjalan kaki ini, aku serasa sangat kerdil sekali di tengah alam milik-Nya yang luas.
Tentu saja, jalanan pendakian itu adalah jalanan tanah setapak, sempit, yang hanya muat untuk satu arah, yang disampingnya langsung jurang, gelap, dan sunyi.
Agar pendakian tidak terasa sunyi dan agar menjaga konsentrasi dari kami semua, Wahyu menginstruksikan bahwa masing-masing dari kami dikode sebagai angka dengan satu digit. Wahyu nomer 1 (kalo gak salah), aku nomer 4, dan yang lainnya aku lupa. Nah, setiap jalan 30 menit, Wahyu berteriak: "HITUNG!!!" dan masing-masing dari kami menyebutkan nomornya masing-masing. Gile beneerrr!! Rasanya jalanan pendakian itu serasa hanya terisi oleh kami saja.
Pendakian dengan membawa perbekalan dan alat camping yang cukup berat masih berlangsung. Tidak jarang kami bertemu dengan pendaki lain, dan tentu saja sapa-menyapa tidak terlewatkan. Saat berjalan pun, kami lebih memilih berbicara seperlunya. Istirahat dilakukan sekitar 30-60 menit sekali dengan durasi istirahat sekitar 5 menit.
......
Tiba-tiba Hendra ngomong: "Wah, aku udah ngantuk banget!"
Dia ngomong sambil berjalan kemiringan. Ya, tampaknya dia udah ngantuk banget. Dia udah ngomong pas sebelum berangkat. Dan dari sikapnya, kayaknya dia gak lagi becanda (yakali, masih sempat becanda di saat capek berat gitu)
Pendakian tetap dilanjutkan dan tetap sambil meneriaki nomornya masing-masing tiap Wahyu memberikan instruksi. Kecuali Afta, kami nggak tau, kapan selesainya pendakian ini. Afta pun tidak mau memberi tau walaupun sudah ditanya berkali-kali. Tujuannya agar kita tidak terasa capeknya.
....
Yak, setelah beberapa lama mendaki, akhirnya sudah terlihat tanda-tanda puncak Merapi. Terlihat siluet Gunung Merapi di depan kami. Dan sekitar satu jam kemudian, sampailah kami di Pasar Bubrah. Penamaan Pasar Bubrah di sini bukan berarti tempat ini adalah pasar, tempat jual-beli. Tempat ini hanya merupakan tempat pemberhentian terakhir para pendaki untuk mendirikan tenda. Dinamakan Pasar Bubrah karena konon ada kisah-kisah tertentu. Aku pun kurang tau tepatnya.
Yak, akhirnya kami pun mendirikan tenda. Mendirikan tenda dengan lebih banyak diam. Aku melihat jam tanganku. Jam menunjukkan angka 04.30 WIB (sekitar itu). MasyaAllah. Ternyata kami sudah berjalan dari jam 22.00 sampai jam 04.30!? Mendaki gunung, membawa barang-barang camping sampai jam segitu!? Ini pengalaman yang nggak bisa dilupakan sepertinya.
Akhirnya kami tertidur. Ada yang tertidur di dalam tenda yang di bawah tenda itu bukan tanah yang rata, melainkan batu-batu kerikil dengan sortasi yang buruk. Ada juga yang tertidur di luar tenda.
Setelah beberapa saat tertidur, aku kemudian tersadarkan. Kulihat teman-temanku yang lain masih tertidur. Aku kemudian keluar tenda, dan melihat bagaimana suasana Pasar Bubrah sebenarnya. Yak!!!! Dan ternyata banyak tenda lain juga bung!!!
Aku kemudian melihat ke berbagai arah dan akhirnya aku tertuju pada satu arah. Aku melihat, masyaAllah, pemandangan yang luar biasa indahnya.
Kemudian, aku membangunkan teman-temanku yang lain semampuku. Wahyu dan Rozak kemudian bangun. Disusul Jaka. Kami pun menuju ke arah timur (tempat matahari terbit). Dan, taukah saudara-saudara apa yang kami melihat? Kami melihat ini!!
Kami di atas awan. Jeng jeng jeng!!!
Setelah beberapa saat keasyikan menyadari bahwa kami di atas awan, kami teringat belum shalat Subuh.
Kami kembali lagi ke dekat tenda, kemudian bertayamum (karena tidak ada air kecuali air bekal), dan shalat dengan menggunakan sepatu.
Setelah shalat, disusul Tangguh dan Harun yang kemudian bangun. Beberapa saat kemudian, bangun juga Afta. Semuanya juga langsung shalat. Yang belum bangun tinggal Hendra yang tertidur di luar tenda, yang tadi malam saat pendakian udah ngantuk berat. Tapi, usaha kami membangunkannya gagal. Dan kami meninggalkan beliau tercinta sendirian di atas kerikil-kerikil menuju tempat bagus tadi.
Dan tentu saja sesampainya di sana, kami langsung berfoto ria.
Setelah puas berfoto ria, kami sarapan. Hendra tercinta juga belum bangun. Saat jam 8 pagi, kami pun bersiap menuju puncak. Tas-tas dan alat-alat yang berat ditinggal dalam tenda. Tendanya juga ditinggal. Saat persiapan ini, Hendra bangun dan kemudian shalat Subuh.
Pendakian yang sebenarnya menuju puncak tertinggi DIMULAI!!!
Pendakian benar benar terasa menantang. Lihat video amatiran ini.
Akhirnya, setelah mendaki dengan susah payah ditambah adanya rasa ingin menyerah di tengah pendakian, kami semua sampai di puncak tertinggi Gunung Merapi, gunung fenomenal di Indonesia.
Setelah semuanya puas, kami bersiap-siap untuk pulang.
Tenda dibongkar, barang pribadi di-packing, dan sampah-sampah dikumpulkan. Dan perjalanan menuruni gunung, dimulai.
Sama saja sebenarnya. Pendakian atau penurunan sama-sama capek.
Kebanyakan dari kami, turun dalam keadaan kebelet b*oke*r.
Termasuk salah satu dari kami. Dia bahkan sampai di basecamp pendaki 2-3 jam lebih cepat dari yang lain, saking kebeletnya. Hebat. Jadi teringat buku yang berjudul "The Power ofkepepet Kebelet"
Begitulah ceritaku dengan teman-temanku. Pengalaman pertama mencapai puncak Gunung Merapi.
Tanggal 9 Mei 2013, di siang hari, beberapa pemuda yang mencuri waktu di sela-sela praktikum Fisika Dasar sedang berdiskusi.
"Eh, besok kan kita libur beberapa hari, nih. Ke Merapi, yuk!" kata salah seorang pemuda dengan logat Bekasinya.
"Eh, ayok!" tanggap seorang pemuda lainnya dengan logat Jambinya.
Lalu, percakapan selesai.
Aku berpikir itu hanyalah percakapan yang tidak serius. Ya, biasalah, anak muda. Hanya mengobrol di sela-sela waktu
Kemudian, malamnya, aku online facebook. Kulihat ada beberapa notification. Salah satunya dari group Geofisika '12. Ternyata ada postingan pendaftaran siapa saja yang ingin ikut mendaki Gunung Merapi. Yaelah, ternyata serius. Hehehe...
Dilihat dari banyaknya komen, sepertinya banyak sekali nih yang mau ikut. Tapi, kemudian, apa yang terjadi?
Tepatnya tanggal 10 Mei 2013, fix lah nama-nama yang ikut: Ali, Hendra, Wahyu, Afta, Tangguh, Harun, Jaka, dan Rozak, mendaki Gunung Merapi, salah satu gunung api aktif yang fenomenal di Indonesia. Ya, kami hanya berdelapan. Ternyata, komen di group yang banyak itu hanyalah ilusi optik.
Awalnya, kami berencana untuk tidak kuliah sore di tanggal 10 Mei 2013. Eh, jadinya malah pergi kuliah dengan stelan pakaian mendaki gunung. Kebetulan pun kami berdelapan pergi kuliah bareng. Dan mungkin, penampilan kami terasa aneh untuk pergi kuliah. Si Wahyu dengan celana training dan sepatu gunungnya, serta tas kecilnya (bukan tas kuliah). Dan jadilah kami masuk kelas dengan disambut tertawa kecil dari teman-teman sekelas. Pas banget, kami datang telat ke kelas.
Sepulang kuliah, kami berkumpul di kosan Tangguh. Di sana persiapan dilakukan, dimulai dari packing, pengenalan minuman Promen (kebetulan aku baru tau Promen pas di kosan Tangguh itu), sampai foto-foto.
Afta, Rozak, Tangguh, Wahyu, Harun, Hendra, Ali |
Setelah briefing, perjalanan pun dimulai.....
Perjalanan terasa agak ekstrim. Dengan jalanan raya yang luas, dalam keadaan gelap. Kemudian beberapa jam kemudian, kami memasuki jalanan pegunungan. Berkelok-kelok, gelap, sunyi, dan dingin.
Aku yang dibonceng Rozak ini serasa ingin memeluk Rozak, ingin mengambil kehangatan darinya.
#abaikan
Singkat cerita, sampailah kami di basecamp pendaki Gunung Merapi. Tempatnya agak kecil, remang-remang, dan banyak motornya. Di situ juga terlihat banyak orang yang tidur, walau masih jam 22.00 WIB.
Dari basecamp pendaki, kami berjalan kaki menuju Gunung Merapi. Yak, pendakian dimulai pukul 22.00 WIB bung!!!
Saat berjalan kaki ini, aku serasa sangat kerdil sekali di tengah alam milik-Nya yang luas.
Tentu saja, jalanan pendakian itu adalah jalanan tanah setapak, sempit, yang hanya muat untuk satu arah, yang disampingnya langsung jurang, gelap, dan sunyi.
Agar pendakian tidak terasa sunyi dan agar menjaga konsentrasi dari kami semua, Wahyu menginstruksikan bahwa masing-masing dari kami dikode sebagai angka dengan satu digit. Wahyu nomer 1 (kalo gak salah), aku nomer 4, dan yang lainnya aku lupa. Nah, setiap jalan 30 menit, Wahyu berteriak: "HITUNG!!!" dan masing-masing dari kami menyebutkan nomornya masing-masing. Gile beneerrr!! Rasanya jalanan pendakian itu serasa hanya terisi oleh kami saja.
Pendakian dengan membawa perbekalan dan alat camping yang cukup berat masih berlangsung. Tidak jarang kami bertemu dengan pendaki lain, dan tentu saja sapa-menyapa tidak terlewatkan. Saat berjalan pun, kami lebih memilih berbicara seperlunya. Istirahat dilakukan sekitar 30-60 menit sekali dengan durasi istirahat sekitar 5 menit.
Ketika lagi istirahat dari pendakian |
......
Tiba-tiba Hendra ngomong: "Wah, aku udah ngantuk banget!"
Dia ngomong sambil berjalan kemiringan. Ya, tampaknya dia udah ngantuk banget. Dia udah ngomong pas sebelum berangkat. Dan dari sikapnya, kayaknya dia gak lagi becanda (yakali, masih sempat becanda di saat capek berat gitu)
Pendakian tetap dilanjutkan dan tetap sambil meneriaki nomornya masing-masing tiap Wahyu memberikan instruksi. Kecuali Afta, kami nggak tau, kapan selesainya pendakian ini. Afta pun tidak mau memberi tau walaupun sudah ditanya berkali-kali. Tujuannya agar kita tidak terasa capeknya.
....
Yak, setelah beberapa lama mendaki, akhirnya sudah terlihat tanda-tanda puncak Merapi. Terlihat siluet Gunung Merapi di depan kami. Dan sekitar satu jam kemudian, sampailah kami di Pasar Bubrah. Penamaan Pasar Bubrah di sini bukan berarti tempat ini adalah pasar, tempat jual-beli. Tempat ini hanya merupakan tempat pemberhentian terakhir para pendaki untuk mendirikan tenda. Dinamakan Pasar Bubrah karena konon ada kisah-kisah tertentu. Aku pun kurang tau tepatnya.
Yak, akhirnya kami pun mendirikan tenda. Mendirikan tenda dengan lebih banyak diam. Aku melihat jam tanganku. Jam menunjukkan angka 04.30 WIB (sekitar itu). MasyaAllah. Ternyata kami sudah berjalan dari jam 22.00 sampai jam 04.30!? Mendaki gunung, membawa barang-barang camping sampai jam segitu!? Ini pengalaman yang nggak bisa dilupakan sepertinya.
Akhirnya kami tertidur. Ada yang tertidur di dalam tenda yang di bawah tenda itu bukan tanah yang rata, melainkan batu-batu kerikil dengan sortasi yang buruk. Ada juga yang tertidur di luar tenda.
Foto orang-orang yang tertidur di dalam tenda. Semak sekali bung. |
Aku kemudian melihat ke berbagai arah dan akhirnya aku tertuju pada satu arah. Aku melihat, masyaAllah, pemandangan yang luar biasa indahnya.
Ternyata gambar-gambar model anak SD (yang ada dua gunung dan di antara gunung ada mataharinya | ) itu nyata. |
Kemudian, aku membangunkan teman-temanku yang lain semampuku. Wahyu dan Rozak kemudian bangun. Disusul Jaka. Kami pun menuju ke arah timur (tempat matahari terbit). Dan, taukah saudara-saudara apa yang kami melihat? Kami melihat ini!!
Bukan. Itu bukan laut. Itu awan. |
Setelah beberapa saat keasyikan menyadari bahwa kami di atas awan, kami teringat belum shalat Subuh.
Kami kembali lagi ke dekat tenda, kemudian bertayamum (karena tidak ada air kecuali air bekal), dan shalat dengan menggunakan sepatu.
Setelah shalat, disusul Tangguh dan Harun yang kemudian bangun. Beberapa saat kemudian, bangun juga Afta. Semuanya juga langsung shalat. Yang belum bangun tinggal Hendra yang tertidur di luar tenda, yang tadi malam saat pendakian udah ngantuk berat. Tapi, usaha kami membangunkannya gagal. Dan kami meninggalkan beliau tercinta sendirian di atas kerikil-kerikil menuju tempat bagus tadi.
Dan tentu saja sesampainya di sana, kami langsung berfoto ria.
Setelah puas berfoto ria, kami sarapan. Hendra tercin
Foto sebelum mendaki ke puncak tertinggi (tampak wajah-wajah yang belum tau akan bahaya di depan) |
Pendakian benar benar terasa menantang. Lihat video amatiran ini.
Tenda dibongkar, barang pribadi di-packing, dan sampah-sampah dikumpulkan. Dan perjalanan menuruni gunung, dimulai.
Sama saja sebenarnya. Pendakian atau penurunan sama-sama capek.
Kebanyakan dari kami, turun dalam keadaan kebelet b*oke*r.
Termasuk salah satu dari kami. Dia bahkan sampai di basecamp pendaki 2-3 jam lebih cepat dari yang lain, saking kebeletnya. Hebat. Jadi teringat buku yang berjudul "The Power of
Begitulah ceritaku dengan teman-temanku. Pengalaman pertama mencapai puncak Gunung Merapi.
kereen... waktu liat bawah gak gemetaran ya kak?
BalasHapusituu matanya kenapa diblur?