Tidak bisa dibantah bahwa zaman sekarang ini memang zaman-zamannya informasi sangat cepat diperoleh, baik yang hoax maupun yang benar.
Jejaring sosial sekarang semakin marak. Mau facebook, twitter, dan lain semacamnya. Saking maraknya (atau apalah bahasanya yang menunjukkan saking sering digunakan), apa-apa di-update. Baru bangun tidur, di-update di jejaring sosial. Mau makan, di-update. Mau tidur, di-update. Lapar, haus, sakit kepala, sakit perut, pengen pergi, pengen sesuatu, di-update. Marah-marah ke pacar, mantan, teman, bahkan orang tua, di-update. Aib yang harusnya ditutup, di-update. Wah, jadi serba update dah. Ini semua membuat pembaca atau pengguna jejaring sosial yang lainnya pun menjadi tau banyak aktivitas dari si peng-update.
Tapi saya yakin satu hal. Aktivitas yang benar-benar seru dan mengasyikkan tidak akan sempat di-update karena sibuk dengan orang-orang di sekitarnya karena serunya aktivitasnya.
Nah, karena serba update ini lah, orang-orang menjadi tau perkembangan dari si peng-update walaupun tidak lama berjumpa. Ini menyebabkan, ketika teman-temannya yang sudah sangat lama tidak ketemu dengan si peng-update, yang didapatkan bukan lagi rasa antusias, atau kegregetan, atau adanya hasrat ingin ngomong (walau dalam hati): "Wah, si Bunga (si peng-update) udah banyak berubah ya", sambil sedikit mengeluarkan air mata.
Tidak lagi. Yang terjadi malah munculnya hasrat ingin ngomong (walau dalam hati): "Wah, yap. Si Bunga (si peng-update) berkembang sesuai apa yang dalam pikiranku" *sambil bayangi aktivitas si peng-update di dunia maya*
Ini terjadi padaku. Ketika aku melihat teman-temanku yang sudah setahun tidak ketemu. Dan ini juga mungkin terjadi pada teman-temanku ketika baru melihatku.
Aku mencoba untuk membayangi zaman sebelum jejaring sosial itu semarak zaman sekarang. Itu kira-kira pas aku berumur paling tua 6 tahun. Ketika aku melihat teman-teman sepermainanku sebelum pindah rumah 2 tahun lalu, aku terdiam. Cukup banyak yang berubah. Perubahan wajahnya pun sangat terasa.
Sekarang, perubahan wajah bisa diketahui dilihat dari foto-foto yang di-upload di jejaring sosial.
Aku tidak melihat lagi adegan-adegan seperti ayahku ketemu teman lamanya dimana ayah memeluk erat temannya itu sambil ketawa agak terheran-heran gitu. Walaupun aku terakhir melihat ayahku ketemu teman lamanya itu pas aku masih SD.
Dan seperti inilah perubahan rasa temu kangen. Antusias ketemu tetap ada. Tapi, rasa greget, terheran-heran melihat perubahan, itu hampir hilang.
emang bahagian banget ketemu sama teman lama :)
BalasHapus