Bismillahirrahmanirrahim.
Beberapa hari yang lalu, saya sempat berkunjung ke kota Semarang, dengan agenda untuk ikut rapat organisasi fakultas se-Indonesia. Setelah rapat itu, alhamdulillah, diberi kesempatan untuk berlibur ke tempat-tempat wisata Semarang, salah satunya Lawang Sewu. Tapi di sini saya tidak menceritakan tentang Lawang Sewu melainkan insya Allah menceritakan tentang pelajaran yang saya dapakan secara tiba-tiba.
Entahlah, ketika perjalanan pulang menuju Jogja di malam hari, pada pukul sekitar 21.10 WIB, di dalam mobil, saya tiba-tiba mengeluarkan air mata. Hehehe... Saya teringat orang tua saya yang sekarang tinggal di kota Medan. Waktu itu, sambil melihat jalanan di luar mobil, lapangan Simpang Lima, saya tersentak dan berpikir seolah-olah berbicara sendiri: "Inilah. Kamu bisa bahagia pergi ke Semarang, sedangkan orang tuamu belum pernah ke sini. Banyak pengorbanan-pengorbanan yang telah dilakukan orang tuamu. Lalu apa yang telah kamu perbuat? Prestasi tak cukup! Hartamu apalagi! Terlebih lagi kamu pernah berbuat salah kepada mereka!"
Sejak itu, saya gundah (cailah bahasanya) dan bertekad untuk menyampaikan unek-unek saya pada orang tua. Mana lagi perjlanan menju Jogja masih jauh. Saya haus untuk menelepon orang tua.
Sampai waktu yang telah ditentukan, tibalah saya di kosan dan menelepon orang tua. Inti dari pembicaraan yang cukup panjang itu, ada beberapa percakapan antara saya,emak, dan ayah saya yang mungkin bisa dijadikan pelajaran.
Saya: "Abang khawatir nggak bisa bahagia orang tua abang, yah, mak"
Ayah: "Kamu mau bahagia orang tuamu? Nak, kamu bahagia, itulah bahagia orang tuamu. Kebahagiaanmu adalah kebahagiaan orang tuamu. Maka bahagiakanlah dirimu. Jangan pernah bergaul sama orang yang rusak."
Saya:....
Hadeh, halah. Melankolist sekali, bung. Hehehe...
Tak mungkin bisa kita benar-benar membalas jasa orang tua kita dengan setimpal, tapi kita bisa untuk berusaha menyamakannya.
Beberapa hari yang lalu, saya sempat berkunjung ke kota Semarang, dengan agenda untuk ikut rapat organisasi fakultas se-Indonesia. Setelah rapat itu, alhamdulillah, diberi kesempatan untuk berlibur ke tempat-tempat wisata Semarang, salah satunya Lawang Sewu. Tapi di sini saya tidak menceritakan tentang Lawang Sewu melainkan insya Allah menceritakan tentang pelajaran yang saya dapakan secara tiba-tiba.
Entahlah, ketika perjalanan pulang menuju Jogja di malam hari, pada pukul sekitar 21.10 WIB, di dalam mobil, saya tiba-tiba mengeluarkan air mata. Hehehe... Saya teringat orang tua saya yang sekarang tinggal di kota Medan. Waktu itu, sambil melihat jalanan di luar mobil, lapangan Simpang Lima, saya tersentak dan berpikir seolah-olah berbicara sendiri: "Inilah. Kamu bisa bahagia pergi ke Semarang, sedangkan orang tuamu belum pernah ke sini. Banyak pengorbanan-pengorbanan yang telah dilakukan orang tuamu. Lalu apa yang telah kamu perbuat? Prestasi tak cukup! Hartamu apalagi! Terlebih lagi kamu pernah berbuat salah kepada mereka!"
Sejak itu, saya gundah (cailah bahasanya) dan bertekad untuk menyampaikan unek-unek saya pada orang tua. Mana lagi perjlanan menju Jogja masih jauh. Saya haus untuk menelepon orang tua.
Sampai waktu yang telah ditentukan, tibalah saya di kosan dan menelepon orang tua. Inti dari pembicaraan yang cukup panjang itu, ada beberapa percakapan antara saya,emak, dan ayah saya yang mungkin bisa dijadikan pelajaran.
Saya: "Abang khawatir nggak bisa bahagia orang tua abang, yah, mak"
Ayah: "Kamu mau bahagia orang tuamu? Nak, kamu bahagia, itulah bahagia orang tuamu. Kebahagiaanmu adalah kebahagiaan orang tuamu. Maka bahagiakanlah dirimu. Jangan pernah bergaul sama orang yang rusak."
Saya:....
Hadeh, halah. Melankolist sekali, bung. Hehehe...
Tak mungkin bisa kita benar-benar membalas jasa orang tua kita dengan setimpal, tapi kita bisa untuk berusaha menyamakannya.
Komentar
Posting Komentar