Langsung ke konten utama

Media yang Salah. Benarkah?

      Dewasa ini, kita disuguhi banyak berita tentang negara Indonesia yang lumayan agak menganggu pikiran. Berita korupsi, bencana, persaingan politik yang buruk, dan lain-lain banyak disuguhi di berbagai media informasi. Sehingga, bagi kalangan orang awam Indonesia yang kurang mau menyaring berita-berita seperti itu bisa berpikir pesimis terhadap negaranya sendiri.

      Tapi, apakah Indonesia tidak mempunyai berita bagus? Apakah Indonesia minim prestasi? Apakah benar Indonesia kurang memerhatikan budaya? Apakah benar negara lain memandang jelek Indonesia? Mari kita telusuri dan pelajari.


     Munculnya berita pengklaiman budaya Indonesia oleh negara lain menuai kontroversi. Pihak Indonesia sendiri menganggap bahwa budaya itu memang benar diklaim oleh negara lain. Sementara negara yang dianggap mengklaim membela diri dengan menyatakan bahwa mereka tidak mengklaim budaya.
    Coba kita lihat peristiwa “pengklaiman” budaya Tari Tor-Tor oleh negara Malaysia. Semua media tampaknya menampilkan berita bahwa Malaysia memang mengklaim budaya itu. Tapi apakah benar Malaysia mengklaim?
    Jubir Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kuala Lumpur, Suryana Sastradipraja menyatakan bahwa Malaysia tidak mengklaim ataupun mencuri Tari Tor-Tor yang berasal dari suku Mandailing itu. Namun, mereka menetapkan bahwa tarian itu sebagai warisan budaya mereka karena masyarakat Mandailing sudah ada di Malaysia 100 tahun lalu.
     Sementara Guru Besar Hubungan Internasional Universitas Indonesia, Himahanto Juwana menyatakan bahwa boleh saja masyarakat Mandailing Malaysia mempraktikkan Tari Tor-Tor itu. Namun, jangan sampai dicap sebagai warisan budaya.
    Sementara itu juga, hampir semua media yang menyatakan bahwa penyebab budaya Indonesia dicuri disebabkan karena kurangnya perhatian masyarakat terhadap budaya itu. Tapi apakah benar? Bagaimana negara lain bisa mengetahui bahwa suatu budaya Indonesia sudah tidak diperhatikan lagi? Kalaupun mereka bisa tahu, apakah mereka dengan mudahnya berkata seperti ini: “Hey, budaya Indonesia tidak diperhatikan lagi. Ayo, kita curi!”? Semudah itukah? Tidak!
    Budaya Indonesia dicuri bukanlah disebabkan kurangnya perhatian masyarakat terhadap budaya itu. Budaya itu bukanlah bersifat nyata, melainkan bersifat abstrak. Sesuatu yang dicuri karena kurangnya perhatian itu hanya bisa ditujukan ke sesuatu yang nyata, bukan abstrak. Sesuatu yang nyata itu contohnya pulau, daerah, lukisan, dll.
    Berbagai berita disajikan oleh berbagai media Indonesia yang menampilkan sikap pesimistis terhadap negaranya sendiri dan sikap tidak mau membela negara sendiri. Media menyindir bahwa masyarakat Indonesia tidak memerhatikan budayanya sehingga mudah dicuri ataupun diklaim. Sebenarnya, tidaklah seperti itu. Budaya Indonesia diklaim bukanlah karena kurangnya perhatian masyarakat, tetapi karena ketamakan atau kurangnya rasa malu negara lain yang sanggup mencuri budaya Indonesia.
    Faktanya, masyarakat Indonesia sering menampilkan tarian-tarian tradisional di sekolahan, kampus, lembaga pemerintahan, dan tempat-tempat lain. Bahkan banyak daerah yang menjadikan pementasan budaya, seperti tarian dan nyanyian sebagai kegiatan rutin dalam jangka waktu tertentu. Terlebih lagi, Tari Tor-Tor adalah tarian yang sangat populer di daerah Sumatera Utara. Tarian ini juga sangat sering dipentaskan di dalam atau di luar negeri karena masyarakat Sumatera Utara, khusunya di daerah pedalaman masih menjunjung tinggi nilai-nilai leluhur. Jadi, pernyataan bahwa Tari Tor-Tor diklaim karena tidak atau kurang diperhatikan semakin salah.
    Kita memang tidak bisa mengelak dari pernyataan bahwa sebagian besar masyarakat kota sudah tidak memerhatikan budaya-budaya tradisional Indonesia karena terlena dengan kegiatan perekonomian. Namun, di antara masyarakat kota masih ada yang memerhatikan budaya-budaya tradisional itu dan budaya-budaya tradisional itu masih dipentaskan di acara-acara peresmian suatu acara, tempat (misalnya gedung dan kantor), dan lain-lain yang mampu mengundang banyak khalayak  untuk melihat pementasan itu.
      Banyak sekali media, khusunya stasiun televisi menampilkan berita buruk mengenai Indonesia. Kita jarang sekali mendengar berita bagus dari Indonesia. Bagi yang suka berselancar di dunia maya, pasti sering mendengar berita bagus dari Indonesia. Berita dunia maya sering menampilkan berita tentang pelajar-pelajar Indonesia meraih penghargaan internasional baik di bidang akademis maupun non-akademis. Namun, kita jarang sekali mendengar berita itu dari tayangan berita televisi.
    Dikutip dari akun twitter Good News From Indonesia (@GNFI), keberhasilan diplomasi  Indonesia dalam meredam ketegangan antar negara-negara anggota ASEAN dipuji oleh media-media negara tetangga. Koran Straits  Times Singapura menyajikan berita yang memuji “quiet diplomacy” Indonesia. Koran Phnom Penh Post (Kamboja) juga memuji langkah diplomasi RI, dengan menulis "Indonesia plays peacemaker”. Koran Daily Inquirer (Filipina) juga memuji diplomasi Indonesia dengan menulis "Vibrant Indonesian friendship". Bahkan di Asia Times, ditulis bahwa Indonesia telah menyelamatkan muka ASEAN. "Indonesia saves ASEAN's face". Dan jika kita lebih menelusuri berita dari akun twitter Good News From Indoensia (@GNFI) itu, kita akan menemukan banyak sekali berita bagus yang jarang sekali bahkan ada yang tidak ditampilkan di media cetak atau media audio-visual.
    Sepertinya munculnya sikap pesimistis rakyat Indonesia sudah menjadi kesalahan media cetak atau media audio-visual. Terlebih lagi, tayangan televisi yang menyindir bahwa masyarakat Indonesia kurang memerhatikan budayanya malah sering menampilkan tayangan budaya-budaya negara lain, seperti tayangan-tayangan boyband dari negara Korea Selatan. Ini mengakibatkan banyaknya bermunculan boyband-boyband Indonesia yang bisa merusak pemikiran anak bangsa. Terlebih lagi, ini juga termasuk salah satu plagiatisme yang hampir merujuk kepada pengklaiman.
    Jadi, sudah banyak sekali informasi yang dikeluarkan media informasi yang membuat rakyat Indonesia bersikap pesimistis terhadap negaranya sendiri, padahal begitu banyak berita bagus yang “tersembunyi” dari Indonesia.
    Dari tulisan yang dipaparkan di atas, kita menjadi semakin berharap media informasi semakin bisa menampilkan berita bagus dari Indonesia untuk menarik rating perusahaan media informasi itu dengan tidak menampilkan berita buruk saja seperti selama ini dilakukan.

Tulisan di atas adalah esai saya pada Kompetisi Esai Mahasiswa yang kalah. Hehehe.. Jadi di-post di blog aja deh.

Komentar

  1. Kita tidak boleh menuduh sembarangan dulu , karena dulu malaysia and indonesia adalah satu nusantara dan masing masing negara pasti mempunyai budaya masing masing .

    BalasHapus

Posting Komentar