Langsung ke konten utama

Sahibul Mushola 8


Baca cerita sebelumnya di sini, ya :)

"Dan aku akan ke kantor pos itu" kataku dengan mantap.
"Di mana alamatnya?" tanya Hafiz.
"Di Jalan Krakatau, Kampung Durian"
"Oh, ya ya. Aku tahu," kata Ilham.
"Kau sendiri yang ke sana, Li?" tanya Bayu.
"Iya,"
"Oh, jadi kau nggak percaya sama kami?"
"Maksudnya? Oh, ya ya. Kalau kalian mau ikut, ayoklah," kataku.
"Kapan, Li?" tanya Mitra.
"Aku harus tahu info dari surat aneh atau kertas aneh itu atau apalah yang aneh-aneh itu sekarang," kataku.
"Jadi sekarang? Nggak solat dulu?" tanya Hafiz.
"Aku solat di sana nanti. Gimana? Kalian mau ikut sekarang?"

Hanya jeda beberapa milisekon, Bayu dan Mitra menjawab serentak: "Aku ikut"
Dan kemudian disusul oleh sahibul mushola lainya.

Kami semua menaiki motor, dan beberapa dibonceng. Aku memimpin jalan menuju Jalan Krakatau.

Sampai di kantor pos, aku langsung menuju ke pos satpam untuk menanyakan prosedur-prosedur untuk bertanya. Wajar, aku belum pernah ke kantor pos.

"Permisi, pak. Saya mau bertanya. Kalau mau tahu informasi mengenai surat yang udah dikirim sama siapa, pak?" tanyaku.
"Waduh. Saya nggak tau, dek. Soalnya belum pernah ada yang mau nanyak", kata satpam dengan ekspresi sedikit menyesal.
"Oh, oke deh, pak. Makasih ya, pak," kataku berusaha tidak menampakkan kekecewaan.
"Oh, gini aja, dek. Coba kalian pergi ke bagian tempat pengiriman surat. Mungkin kalian bisa dapat informasi."
"Oh, oke, pak. Makasih, ya, pak,"

Setelah yang lain mengucapkan terima kasih, kami pergi ke bagian pengiriman surat setelah solat di mushola yang ada di kantor itu. Kemudian, aku langsung bertanya kepada petugas yang ada di sana.
"Maaf, Pak. Saya mau nanya", kataku.
"Yah, silahkan," kata petugas itu datar.
"Emm, gini, pak. Sebulan yang lalu ada petugas yang mengantar surat ke SMA Negeri 1 Medan. Surat itu diterima guru BP kami. Apa bapak tau siapa pengirimnya? Soalnya di surat itu nggak ada nama pengirim."
Bapak itu diam sejenak. Dan selang beberapa detik kemudian, ekspresinya menunjukkan kebingungan. Kemudian dia angkat bicara.
"Saya nggak tau tentang itu, dek.  Soalnya bukan saya yang mengurus surat bulan lalu."

Aku diam dan belum bisa menjawab pernyataan itu. 3 menit kemudian, ada seorang pria berkumis tebal datang.
"Yah, ada anak SMA yang mau mengirim surat, ya. Hebat. Kalian nggak ada handphone ya?" kata pria itu dengan senyuman.
"Hehehe.. nggak pak. Kami cuma mau nanya info aja, pak," kata Ilham.
Beberapa detik bapak itu memerhatikan kami satu per satu. Namun  ada yang aneh saat dia melihat aku. Dia melihat aku agak lama kemudian tersenyum.
"Info apa tu?" tanyanya dengan senyuman lebih lebar lagi.

Kemudian Ilham menjelaskan ulang tentang surat itu.

"Oh, pas sekali. Waktu itu saya yang mengirim surat itu ke Smansa," pria itu melirik aku.
"Pengirimnya sih saya juga nggak tau. Soalnya surat itu sudah ada di sini," kata bapak itu melanjutkan.
Aku menangkap adanya nada kebohongan di sini.

Setelah mendapatkan informasi yang cukup bahwa pengirim itu bisa masuk leluasa di kantor pos itu tanpa prosedur yang ada seperti tanda tangan atau segala macamnya, kami pun bergegas pulang. Dan dari itu, aku tahu, bahwa PENGIRIM SURAT ITU ADALAH ORANG DALAM KANTOR ITU.

Bapak itu mengantar kami sampai depan pintu.

Setelah kami agak jauh, aku mendengar bapak itu berbisik dengan pengurus surat tadi: "Anak itu mirip sekali dengannya, ya."

Jangan lupa share di twitter dan facebook, ya! :)

Komentar

Posting Komentar