NB: Baca cerita sebelumnya di sini, ya
Hari ini, Zhafran, Genta, dan Dina melanjutkan kegiatannya di acara Pameran Budaya Jepang ini. Hari ini pengunjung pameran semakin banyak. Mereke bertiga, sebagai panitia publikasi merasa bangga kalau pesertanya banyak hadir. Artinya mereka berhasil mempublikasi kegiatan.
"Wah, Alhamdulillah. Semua kampus yang kita undang mendatangkan perwakilannya ke acara ini," kata Dina ke semua panitia publikasi. Sebagai ketua seksie, dia meraasa bangga.
"Semua kampus lo bilang?" tanya Zhafran.
"Iya, Zhaf. Kalo lo nggak percaya, silahkan aja cek semua tempat ini dan absen satu-satu kampusnya. Hahahaha..."
"Hahaha, iya deh. Gue percaya."
Secercah harapan muncul di pikran Zhafran. Akankah dia bisa ketemu Indah hari ini?
"Gen, Indah datang nggak?" bisik Zhafran ke Genta.
"Gue nggak tau. Lo cek aja deh."
"Eh, Indah aktif nggak di PEMA?" PEMA singakatan dari Pemerintah Mahasiswa.
"Iya, dia mah jadi orang sibuk," kata Genta.
"Lo kok tau?"
"Soalnya gue sering lihat dia juga di banyak event. Mungkin kalo lo dulu kenal Indah juga, pasti lo tau juga kalo Indah itu aktifis,"
"Yuk, kita cari dia," kata Zhafran.
"Lah, ngapai dicari? Kan bisa di SMS."
"Ah, ketauan banget kalo kita nyari dia."
"Terus, ini apa? Kalo gak lewat SMS, berarti kita harus nyari dia langsung, kan? Apa nggak "nyari" juga namanya?
"Kita kan bisa pura-pura kebetulan ketemu sama dia nanti kalo udah dapat si Indah. Dia, kan nggak tau kalo kita nyari dia," kata Zhafran.
"Ah, lo kayaknya munafik deh, Zhaf. Payah lo," kata Genta dengan mengeryitkan dahi.
"Sorry, bro. Tapi, kayaknya memang harus kayak gini, deh demi mempertahankan derajat lelaki," kata Zhafran.
"Mempertahankan apanya? Ini namanya gak gentle. Ah, lo selalu bawa harga diri deh."
"Udah deh. Yuk, kita cari."
Maka mereka pun mencarinya. 10 menit kemudian, mereka menemukan Indah di stand pameran pakaian tradisional Jepang. Ketika mereka jalan di depan stand, Indah memberi senyum indahnya pada mereka. Rasanya Zhafran mau terbang.
"Eh, kayaknya dia senyum ke lo tuh," cerocos Genta ke Zhafran.
Zhafran diam aja dan hanya memberikan senyuman terindah yang dimilikinya untuk Indah.
Sampai di stand, tiba-tiba Zhafran gugup. Bukan gugup karena pengunjungnya cewek semua, tapi lebih karena ada Indah di dekatnya.
"Hai, semua. Hayo ngapai kalian di sini?" tanya Indah masih dengan senyum terkembang.
"Ah, gak kok. Kami cuma kebetulan lewat dan juga kebetulan ketemu kamu di sini," kata Zhafran buru-buru takut dijawab duluan sama Genta.
"Kamu? Sejak kapan manggil 'kamu', Zhaf? Hahahaha..." cerocos Genta.
"Eh, keceplosan deh. Sorry..sorry.. Hehehehe..." Zhafran ngeles sekenanya.
"Tapi gue suka. Hahaha.. Becanda," kata Indah.
"Hehehehe..." telinga Zhafran naik beberapa centi.
"Eh, lo kok nggak datang kemarin?" tanya Genta.
"Lo kemarin kehujanan di mana?" pertanyaan ini keluar begitu saja dari mulutnya tanpa bisa dicegah.
"Gawat", batin Zhafran.
Sesaat Genta dan Indah diam memikirkan pertanyaan Zhafran tadi.
"Eh, kenapa? Kemarin kan hujan, yah mana tau lo juga ikutan kehujanan kayak kita bertiga kemarin. Hehehehe..." Zhafran akhirnya bisa ngeles.
"Hahaha.. kemarin gue malas aja datang ke sini. Gue asyik main basket bareng teman kampus gue. Genta tau, tuh," terang Indah.
"eh, iya. Hehehe.." cengir Genta.
"Eh, Zhaf, bayangi deh. Dia sampe retweet twit gue beberapa jam yang lalu," kata Indah ke Zhafran. "Lo bongkar timeline gue, kan? Hahaha.." kata Indah dengan senyuman ke Genta.
"Hehehe.. Iseng, Ndah," kata genta sekenanya.
Zhafran sempat menyesali kejadian kemarin. Kenapa bukan dia saja yang retweet? Ternyata Indah orangnya cuek. Tidak terlalu memikirkan hal yang kecil, dan tidak memikirkan yang ketinggian.
"Ah, andai saja waktu itu bisa diputar," batin Zhafran
Hari ini, Zhafran, Genta, dan Dina melanjutkan kegiatannya di acara Pameran Budaya Jepang ini. Hari ini pengunjung pameran semakin banyak. Mereke bertiga, sebagai panitia publikasi merasa bangga kalau pesertanya banyak hadir. Artinya mereka berhasil mempublikasi kegiatan.
"Wah, Alhamdulillah. Semua kampus yang kita undang mendatangkan perwakilannya ke acara ini," kata Dina ke semua panitia publikasi. Sebagai ketua seksie, dia meraasa bangga.
"Semua kampus lo bilang?" tanya Zhafran.
"Iya, Zhaf. Kalo lo nggak percaya, silahkan aja cek semua tempat ini dan absen satu-satu kampusnya. Hahahaha..."
"Hahaha, iya deh. Gue percaya."
Secercah harapan muncul di pikran Zhafran. Akankah dia bisa ketemu Indah hari ini?
"Gen, Indah datang nggak?" bisik Zhafran ke Genta.
"Gue nggak tau. Lo cek aja deh."
"Eh, Indah aktif nggak di PEMA?" PEMA singakatan dari Pemerintah Mahasiswa.
"Iya, dia mah jadi orang sibuk," kata Genta.
"Lo kok tau?"
"Soalnya gue sering lihat dia juga di banyak event. Mungkin kalo lo dulu kenal Indah juga, pasti lo tau juga kalo Indah itu aktifis,"
"Yuk, kita cari dia," kata Zhafran.
"Lah, ngapai dicari? Kan bisa di SMS."
"Ah, ketauan banget kalo kita nyari dia."
"Terus, ini apa? Kalo gak lewat SMS, berarti kita harus nyari dia langsung, kan? Apa nggak "nyari" juga namanya?
"Kita kan bisa pura-pura kebetulan ketemu sama dia nanti kalo udah dapat si Indah. Dia, kan nggak tau kalo kita nyari dia," kata Zhafran.
"Ah, lo kayaknya munafik deh, Zhaf. Payah lo," kata Genta dengan mengeryitkan dahi.
"Sorry, bro. Tapi, kayaknya memang harus kayak gini, deh demi mempertahankan derajat lelaki," kata Zhafran.
"Mempertahankan apanya? Ini namanya gak gentle. Ah, lo selalu bawa harga diri deh."
"Udah deh. Yuk, kita cari."
Maka mereka pun mencarinya. 10 menit kemudian, mereka menemukan Indah di stand pameran pakaian tradisional Jepang. Ketika mereka jalan di depan stand, Indah memberi senyum indahnya pada mereka. Rasanya Zhafran mau terbang.
"Eh, kayaknya dia senyum ke lo tuh," cerocos Genta ke Zhafran.
Zhafran diam aja dan hanya memberikan senyuman terindah yang dimilikinya untuk Indah.
Sampai di stand, tiba-tiba Zhafran gugup. Bukan gugup karena pengunjungnya cewek semua, tapi lebih karena ada Indah di dekatnya.
"Hai, semua. Hayo ngapai kalian di sini?" tanya Indah masih dengan senyum terkembang.
"Ah, gak kok. Kami cuma kebetulan lewat dan juga kebetulan ketemu kamu di sini," kata Zhafran buru-buru takut dijawab duluan sama Genta.
"Kamu? Sejak kapan manggil 'kamu', Zhaf? Hahahaha..." cerocos Genta.
"Eh, keceplosan deh. Sorry..sorry.. Hehehehe..." Zhafran ngeles sekenanya.
"Tapi gue suka. Hahaha.. Becanda," kata Indah.
"Hehehehe..." telinga Zhafran naik beberapa centi.
"Eh, lo kok nggak datang kemarin?" tanya Genta.
"Lo kemarin kehujanan di mana?" pertanyaan ini keluar begitu saja dari mulutnya tanpa bisa dicegah.
"Gawat", batin Zhafran.
Sesaat Genta dan Indah diam memikirkan pertanyaan Zhafran tadi.
"Eh, kenapa? Kemarin kan hujan, yah mana tau lo juga ikutan kehujanan kayak kita bertiga kemarin. Hehehehe..." Zhafran akhirnya bisa ngeles.
"Hahaha.. kemarin gue malas aja datang ke sini. Gue asyik main basket bareng teman kampus gue. Genta tau, tuh," terang Indah.
"eh, iya. Hehehe.." cengir Genta.
"Eh, Zhaf, bayangi deh. Dia sampe retweet twit gue beberapa jam yang lalu," kata Indah ke Zhafran. "Lo bongkar timeline gue, kan? Hahaha.." kata Indah dengan senyuman ke Genta.
"Hehehe.. Iseng, Ndah," kata genta sekenanya.
Zhafran sempat menyesali kejadian kemarin. Kenapa bukan dia saja yang retweet? Ternyata Indah orangnya cuek. Tidak terlalu memikirkan hal yang kecil, dan tidak memikirkan yang ketinggian.
"Ah, andai saja waktu itu bisa diputar," batin Zhafran
Komentar
Posting Komentar