Langsung ke konten utama

Sahibul Mushola II

Note: Untuk Yang Belum Baca Cerita Sebelumnya, klik ini 

Bel istirahat udah berbunyi. Sepert biasa, aku langsung ke mushola. Yap, rasanya lebih enak habisi waktu 15 menit di mushola.

Sampai di depan mushola, aku duduk di bangku yang ada di depan mushola. Seperti biasa juga, belum ada yang datang di musola. Teman-temanku masih ada di kelas. Tapi, aku yakin, mereka pasti datang ke mushola. Karena mereka adalah Sahibul Mushola.

Pas lagi asyik-asyiknya membuka sepatu, Hafiz datang dengan berlari di bawah hujan sambil teriak "Ali, I love you..!" Dan ingin rasanya aku juga ikut berlari di bawah hujan untuk menghampirinya sambil teriak: "Hafiz, aku masih normaall..!"

*Hening.

Nggak. Yang itu cuma bercanda.  Tapi, Hafiz memang beneran lari (tapi gak di bawah hujan).

"Kenapa, fiz? Kok lari?" tanyaku.
"Hosh..hoshh..!" Hafiz terengah-engah.
"Yaelah, santai, fiz"
"Hah, tadi aku dapat surat."
"Dari siapa?"
"Eh, Hafiz kenapa?", Farouq udah tiba di mushola.
"Tadi, aku dapat surat. Dari guru BP"
"eh, jangan bilang kau mau dikeluarkan"
"Mudah-mudahan, ya Allah. Ups, sori.." Farouq bercanda.
"Aku nggak tau. Soalnya kata guru BP surat ini dikasih sama Tukang Pos" kata Hafiz.
"Tukang Pos!? Jaman sekarang kok...?" aku heran.
"Nah, itu dia."
"Tapi, gak usah sampai berlari kenapa?" kata Farouq.
"Habis aku panik."
"Terus, kau udah buka suratnya?" kataku.
"Belum. Niatnya aku mau baca bareng anak-anak Sahibul Mushola."
"Nah, apalagi. Baca sekarang." aku nggak sabar.
"Iya, tapi kalau semuanya udah ngumpul, ya"

Setelah dialog tadi, aku melanjutkan membuka sepatuku (bayangi. gara-gara Hafiz niat baik membuka sepatu di-delay  cancel tunda.) Dan aku memakai bakiak mushola untuk berjalan ke tempat wudhu yang agak jauh dari musholanya. Maklum, Mushola kami yang dulu nggak lagi dalam perbaikan.

Setelah wudhu, aku kembali ke mushola darurat.

"Cepat, ya solatnya" kata Sulek yang baru tiba.
"Iya", kataku.

Setelah solat, kami, Sahibul Mushola berkumpul.

"Nah, fiz, ayo kita buka surat itu. Aku udah dengar semuanya" kata Vanda dengan logat ke-Arab-Arab-an yang dibuat-buat.
"...." Hafiz diam.
"Kenapa ko?"
"Eng..."
"Buka teross.." kata Faruq.
"Gini, akhi. Sorry, kayaknya aku punya firasat buruk. Kayaknya sekarang belum waktu yang tepat"
"Yaelah. Udah janji pun."
"Iya, afwan"
"tadi 'sorry' sekarang 'afwan'. Huh" kataku.
"Afwan, ya. Insya Allah ada waktu yang lebih tepat."

Bel sekolah udah berbunyi pertanda kami harus masuk ke penjara kelas masing-masing. Dan masih tersimpan dusta kemistisan di antara kami, para Sahibul Mushola.

#Bersambung ke Sahibul Mushola 3

Komentar