Langsung ke konten utama

Indahnya Ta'aruf, Buruknya Pacaran

Zaman sekarang, sebagian besar orang malu kalo gak pacaran.
Pacaran bagi mereka berguna untuk pernikahan. Dengan pacaran, kita bisa lebih mengenal calon pasangan kita di pernikahan. Tapi, menurut saya, pendapat mereka hanyalah fiktif belaka. Sebenarnya, bagi mereka, pacaran berguna untuk latihan melakukan 'sesuatu' di pernikahan nanti. Mengapa begitu? Karena, dalam pacaran itu sangat dekat dengan 'sesuatu' itu. Contohnya pegangan tangan, elus rambut, elus pipi, cium pipi, cium bibir, sampai ML. Naudzubillah. Ogah, ah.

Pacaran itu, istilahnya sama dengan berbuka pada waktu bukan berbuka. Sama seperti ketika siang hari di bulan Ramadhan kita makan, pas maghribnya, udah gak ada lagi kenikmatannya. Wah, ogah juga, ah. Kan lebih enak merasakannya di waktu yang halal.

Dalam agama Islam, pacaran itu haram. Tapi para orang yang pacaran bertanya, mengapa pacaran dikatakan haram, sedangkan kata 'pacaran' itu gak ada di Al Quran dan Hadist. Pertanyaan seperti itu ada, jika
kita punya pemikiran yang sempit. Sebenarnya, larangan untuk pacaran udah ada di Al Quran dalam ayat yang artinya: 'Jangan kau dekati zina'

Nah, untuk mendekati aja kita udah dilarang, konon lagi untuk melakukannya. Ckckck. Kita semua tau, pacaran itu mendekati zina. Tapi, gimana kalo orang pacarannya hanya sekedar esemesan? Apakah termasuk haram? Jawabannya 'iya'. Karena sesungguhnya, wanita itu seharusnya menjaga sikap dan jangan terlalu terbuka dengan lawan jenis yang bukan mahram.

Nah, intinya pacaran itu haram.

Kalo kita udah tau bahwa pacaran itu haram, masihkah kita pacaran? Masihkah kita berpendapat kalo kita gak berbuat zina? Masihkah kita berbuka pada waktu yang tidak tepat? Jujur, dulu saya gak setuju kalo pacaran itu haram. Saya selalu mencari alasan kalo pacaran itu boleh. Tapi, akhirnya saya dapat hidayah, kalo pernikahan lebih indah dengan diawali ta'aruf, bukan pacaran.
Lihat aja contohnya pada para seleb Indonesia. Pacaran lima taun, eh menjalani rumah tangga setelah nikah cuma lima bulan. Saya sendiri belum pernah liat kalo orang mengawali pernikahan dengan ta'aruf pernah cerai.

Mengenai ta'aruf, saya kasih contohnya ya. Cekidot.

Azham jatuh cinta pada seorang wanita yang dia ketaui sebagai wanita soleha dan bernama Zahra. Dia ingin memilikinya secara halal, yang bisa dikecup keningnya secara halal. Maka, keinginannya ini diutarakan pada kedua orang tuanya. Orang tuanya pun setuju dengan keinginannya. Maka direncanakanlah acara untuk ta'aruf.
Setelah waktu yang telah ditentukan tiba, maka keluarga Azham mendatangi keluarga Zahra. Di sana, mereka saling mengenal. Dimulai dari pekerjaan, pendidikan dan sebagainya. Dan itu membuat Azham dan Zahra saling jatuh cinta.
Setelah itu, mereka pun merencanakan waktu untuk lamaran.
Dan tibalah waktu lamaran. Dan kemudian, mereka pun menikah.

Wah, sangat indah. Dibandingkan dengan pacaran yang malah bisa buat cepat bosan dan perselisihan.

Kalo kata orang bahwa ta'aruf itu kurang efisien untuk mengetaui kejelekan calon pasangan, itu salah. Karena di ta'aruf itu kita bisa melihat sikap calon pasangan.

Intinya, pacaran gak berguna untuk mengenali calon pasangan lebih dekat (padahal mengenal lebih dekat yang gak muhrimnya tu haram) tapi malah berguna untuk pemanasan atau latihan untuk melakukan 'sesuatu' setelah nikah. Naudzubillah.

Saya menulis tentang ini bukan berarti saya selalu benar dalam segala hal tapi juga gak berarti saya salah, karena yang saya tulis ini punya dasar.

Afwan.
Assalamualaikum Wr. Wb.

Komentar

  1. oooooooooooo... :o
    hmmm.. :)
    makasih kak, pmbrtahuan yg sgt brharga. Za jd tau apa yng blum za tau.
    :)

    BalasHapus

Posting Komentar