Langsung ke konten utama

Terombang-Ambing Menuju Sumbing

"Sunrise. Yah, sunrise itu bagus," kata Wahyu di sekre KMFM.

"Bagusnya nggak masuk akal gituh?" sambungku.

"Akhir pekan ini kosong, nggak?" tanya Wahyu pada para lelaki di sekre. Terlihat sebagian berbaring santai, sebagian lagi bercerita. Saat itu saya merasa orang yang bercerita adalah orang yang sadis. Sadis sekali berbicara dengan intensitas bunyi beratusan desibel. Supri contohnya. Meskipun, Supri ini punya tubuh yang jika kita melihatnya, hasrat untuk mencubit pipinya bisa timbul. Eh, maaf.

"Kenapa?" tanya Ipul dengan suara wibawanya. Dengan gaya bicaranya yang seperti itu, tidak terlalu tua untuk usianya yang sekarang. Cukup singkron dengan wajahnya yang tampan.

"Sindoro! Kita ke Sindoro!" Wahyu menjawab dengan antusias.

"AYOK! Ayok, ayok!" Aku yang dari posisi berbaring bangkit duduk. Bayanganku pada sunrise di gunung sambil melihat gunung-gunung lain di Pulau Jawa itu sudah cukup membuat rasa kantukku hilang.

"Oke, Jum'at atau Sabtu, nih?" Wahyu bertanya juga sambil memikirkan jawaban dari pertanyaannya sendiri.

"Bebas. Akuh bebas," jawabku.

Yang lain juga pada jawab bebas.

"Yaudah. Sabtu. Insyaa Allah."


***

Sabtu, 23 Agustus 2014, jam 7 pagi.

Matahari di Jogja sudah terlalu tinggi untuk melanjutkan aktivitas di kasur. Juga sudah terlalu hangat untuk tidak mandi. Aku bergegas dan menyiapkan barang-barang untuk ke Gunung Sindoro. Sambil menunggu Arif menjemputku, aku kayang tidur.

Jam 9 pagi, Arif sudah datang di kosan. Kami kemudian sarapan nasi kuning (campur telur, tempe, dan keripik), harganya Rp 2.000 dengan porsinya yang cukup banyak. Sudah tidak ambil pusing lagi bertanya-tanya dalam hati seperti dulu: "Kenapa harga makanan di Jogja ini murahnya membabi buta?"

Kami sepakat untuk berkumpul di MIPA Utara atau MU (baca: emyu) jam 9 pagi. Sampai di MU, aku melihat sudah banyak orang yang berpenampilan seperti pendaki gunung.

Singkat cerita, kamipun berangkat menuju Sindoro dengan menaiki motor. Ada 8 motor, ada 15 orang.

Setelah lebih kurang dua jam perjalanan dengan medan yang naik-turun, dingin, dan menantang, kami sampai di basecamp pendakian Gunung Sindoro. Tapi, qadarullah....

***

Aku melihat ekspresi Wahyu yang tidak biasa. Wajahnya datar. Selang beberapa saat, dia senyum kecil. Lebih ke senyum kecut. Aku takut melihat ekspresinya. Kerasukan jin?

Aku kemudian melihat ekspresi teman-teman yang lain. Sebagian heran, sebagian bingung, dan sebagian seperti memiliki solusi.


"Pendakian ke Gunung Sindoro ditutup," Wahyu angkat bicara sambil menunjukkan tulisan yang agak jauh dari tempat kami berdiri.

"Jalur pendakian Gunung Sindoro ditutup sementara dari tanggal 18 Agustus 2014 sampai waktu yang belum ditentukan."

"Jadi, gimana gimana?" Wahyu bertanya dengan nada antusias. Aku merasakan, sepertinya nada bicaranya itu untuk tidak menularkan kekecawaannya pada teman-temannya.

"Sumbing ada di samping!" kata seseorang.

Diam sebentar...

Mengubah rencana dan tujuan dalam waktu yang sangat singkat: rasanya terlalu keren.

"Yuk!" Ipul menjawab, tetap dengan suara wibawanya.

"Ayo... Hehehehe... Sindoro? Lain kali aja," Humaam melanjutkan.

Kami kemudian membentuk barisan melingkar. Bukan. Bukan mau buat upacara (apel) Pramuka Siaga, tapi buat briefing.

"Ayo! Nanti, biar orang-orang pada tahu. Rencana pergi ke gunung dibuat dalam waktu 5 menit! Insyaa Allah kita bisa," tegas Wahyu.

"Bisa..bisa..." Humaam membantu berkata.

"Ayo kita tos. Teriakkan: 'Sumbing..jadi.. BISMILLAH!!!' Oke? Yo!" Wahyu semangat sekali. Padahal Nokia Lumianya masih nyicil #nggaknyambunggituloh

Sumbing...jadi...

BISMILLAH!!!

Motor kembali dinaikkan dan kami menuju basecamp pendakian Gunung Sumbing.

#Bersambung...

Komentar

  1. pertanyaannya adalah dimana yang jual nasi kuning 2000an itu *bisa buat konsumsi acara*

    BalasHapus
    Balasan
    1. spesifik li, terban mananya *serius bisa dijadiin konsum atau danus acara

      Hapus
    2. tau jembatan kuning selatan milan fit? sebelumnya ada puskesmas. di belakang puskesmas ada gang, masuk gang, ketemu warung bu ratina. bukanya pagi jam 6-8 fit.
      temanku juga buat dijadiin usaha dari bu ratina. beli 2000 dijual 3000 di UNY.

      Hapus
    3. dari keluar gerbang milan, ke selatan. lurus aja. ketemu jembatan kuningnya. di bawah jembatan ada sungainya (yaiyalah)

      Hapus
    4. gang belakang puskesmas masuknya lewat puskesmas? *nanya detail biar nggak kesasar kalo ngasih org lain ancer2 .

      Hapus
    5. gak sepenuhnya salah juga ding.
      masuk gang samping puskesmas, terus ketemu gang lagi sebelah kanan, jalannya menurun. nah, gang ini yang di belakang puskesmas. lurus aja. ketemu warungnya.

      Hapus
    6. sip makasih li, insya Allah dikasih tau ke danus SME

      Hapus
  2. semangat li, usaha memang butuh perjuangan

    BalasHapus

Posting Komentar